Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqih menyatakan bahwa pengambilan keputusan dalam pelaksanaan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di sekolah sebaiknya melibatkan otoritas daerah dan satuan pendidikan setempat.
“Termasuk apakah suatu daerah mau diterapkan 100 persen, 50 persen atau bahkan dihentikan sama sekali, bila memang kondisinya tidak memungkinkan,” kata Abdul dalam keterangan yang diterima, Jumat (28/1/2022).
Baca juga : Pentingnya Raih Pendidikan Tinggi untuk Persiapan Masa Depan
Politisi PKS ini mengingatkan perlunya evaluasi pelaksanaan PTM di setiap sekolah di berbagai daerah.
Hal ini lantaran meningkatnya angka infeksi Covid-19 terutama varian Omicron di Tanah Air.
“Klaster-klaster baru bermunculan di sekolah, namun yang paling tahu kondisi real di lapangan tentu satuan pendidikan setempat,” ujarnya.
Dia juga mengkhawatirkan apabila ternyata PTM mengakibatkan gangguan kesehatan dan ancaman keselamatan jiwa karena terpapar Covid-19.
Oleh karenanya, pemerintah diminta memperhatikan masukan-masukan dari berbagai pihak dalam penerapan PTM di tengah Omicron.
“Terutama dari sisi keilmuan dan kiprah di dunia pendidikan. Seperti masukan dari IDAI, KPAI dan lainnya,” imbuh Abdul.
Selain itu, Abdul meminta agar semua pihak harus membantu memfasilitasi PTM agar terlaksana dengan baik. Menurut dia, pendekatan yang harus dilakukan adalah dengan memfasilitasi, bukan instruksi apalagi sanksi.
Abdul mengungkap, selama dua tahun pandemi, berbagai pihak meyakini bahwa PTM belum tergantikan daam kegiatan belajar mengajar.
Baca juga : Lebih dari 90 Sekolah di DKI Jakarta Terpapar Covid-19, Batalkan PTM 100 Persen
“Kegiatan belajar mengajar memang tidak hanya transfer ilmu, tetapi tetapi juga membangun karakter. Maka tidak mudah bila hanya dengan daring,” terangnya.
Apalagi, lanjutnya, ada mata pelajaran praktik yang tentu tidak mungkin hanya memperlihatkan tutorial lewat media virtual. Sehingga, menurut Abdul PTM adalah sebuah kebutuhan yang sangat ditunggu semua pihak siswa, guru maupun tenaga pendidik.
Diakui, pembelajaran daring selama pandemi Covid-19 menurut laporan Kemendikbudristek efektifitasnya mengalami fluktuasi dan paling rendah hanya sekitar 46 persen.
“Wajar bila learning loss ini bila terakumulasi dalam kurun waktu lama bisa mengakibatkan generasi yang hilang (lost generation),” katanya.
Diberitakan, meningkatnya kasus Covid-19 memantik ragam komentar agar pemerintah mengevaluasi penyelengaraan PTM.
Pemerintah diminta mengambil kebijakan yang bijaksana di tengah merebaknya Covid-19 varian Omicron di masyarakat.
Menurut Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Unifah Rosyidi, kebijakan PTM 100 persen lebih baik dievaluasi.
“Lebih baik diatur bahwa pembelajaran tatap muka mekanismenya 50 persen. Pastikan anak yang keluar dan masuk tidak bertemu,” kata Unifah pada Kompas.com, Jumat.